Halo para Odapus semuanya, kali ini aku akan mulai bercerita mengenai gejala awal yang aku alami dan tidak aku sadari bahwa itu adalah gejala dari penyakit Lupus. Sebelumnya sedikit aku menceritakan Lupus itu apa ya. Lupus atau SLE atau Systemic Lupus Erythematosus adalah penyakit autoimun kronis yang menyebabkan peradangan pada berbagai bagian tubuh. Sistem kekebalan tubuh, yang seharusnya melindungi tubuh dari infeksi, malah menyerang sel dan jaringan tubuh sendiri. Peradangan tersebut dapat mempengaruhi berbagai organ seperti kulit, ginjal, sendi, otak, dan paru-paru. Penyebabnya pun belum diketahui sampai saat ini, akan tetapi beberapa faktor yang diduga berperan adalah faktor lingkungan dan faktor genetik. Dalam hal faktor lingkungan tersebut, pemicunya dapat berupa infeksi bakteri maupun virus, obat-obatan tertentu, paparan sinar matahari, dan stres. Untuk lebih lanjutnya akan aku bahas di postingan berikutnya ya.
Di awal tahun 2023, aku termasuk sering mengalami demam tinggi sekitar 38 C dalam jangka waktu 3 – 7 hari. Aku tipe orang yang tidak suka menunda-nunda untuk berobat ke dokter. Sehingga beberapa kali aku mengalami demam seperti itu, aku di anjurkan oleh dokter di fasilitas kesehatan pertama (selanjutnya akan aku sebut sebagai Faskes 1) untuk cek di laboratorium seperti tipes dan demam berdarah. Namun hasilnya selalu negatif dan tidak diketahui oleh dokter apa penyebab demam yang aku alami. Selain itu, selama demam itu aku juga mengalami nyeri sendi dan otot. Dokter hanya memberikan Paracetamol dengan dosis 650 mg, tidak ada obat selain itu yang diberikan. Demam yang paling parah aku alami di bulan Mei 2023. Demam naik turun dengan tertinggi 39 C selama 13 hari. Sakit kepala hebat, setiap aku berjalan kepala terasa sakit seperti ditusuk-tusuk. Aku berobat ke Faskes 1, dokternya sangat tidak komunikatif saat itu. Aku mendapatkan perlakuan sangat tidak menyenangkan.

Waktu itu semua tes laboratorium sudah aku lakukan seperti tipes dan demam berdarah tetapi hasilnya negatif. Aku sudah minum pereda nyeri tetapi kondisiku tetap sama tidak ada perubahan sama sekali. Berhubung sudah di hari ke 13 tidak ada perubahan sama sekali, aku kembali ke Faskes 1 untuk konsultasi apakah sebaiknya aku di rujuk ke dokter spesialis tertentu atau tidak. Dokter tersebut sebut saja Dokter A malah berbicara yang tidak baik, “saya tahu kok mana pasien yang mengalami tumor atau kanker, kalau kaya gini, bukan itu penyebabnya, gak usah sih saya rujuk ke spesialis, tapi kalo mbaknya maksa, saya rujuk ke poli saraf”. Aku mendapatkan perlakukan seperti ini benar-benar kecewa dan marah. Tujuanku berobat untuk menyembuhkan diri dari keluhanku, kenapa aku mendapatkan perlakuan seperti ini? Jika Dokter A sejago itu, kenapa ini dokter masih menjadi dokter umum saja? Kenapa tidak sekalian saja menjadi paranormal yang bisa nerawang tanpa pengecekan seperti CT Scan atau MRI Kepala sudah tahu kalau tidak ada masalah di otak atau kepala pasien? Aku sedang sakit dan malas memperpanjang masalah, aku minta di rujuk ke Poli Saraf di salah satu Rumah Sakit Swasta di Denpasar yang termasuk dekat rumahku. Mulai sekarang aku sebut sebagai Rumah Sakit PM.
Aku bertemu Dokter Spesialis Saraf di Rumah Sakit PM yang aku sebut sebagai Dokter SY. Dokter SY ini sudah cantik, baik, pinter, dan tentunya cara komunikasinya kepada pasien sangat baik dan sopan. Aku bertanya banyak waktu itu, beliau menjelaskannya juga dengan sangat jelas. Seharusnya Dokter A sadar bahwa cara komunikasinya dengan pasien sangat buruk. Saat itu, Dokter SY sempat bingung apa yang menyebabkan aku demam dan sakit kepala berkepanjangan. Sebelum aku demam selama 13 hari, aku termasuk sering sakit kepala beberapa hari sampai tidak bekerja. Apesnya, beberapa teman kantor ku dulu tidak percaya bahwa aku benar-benar sakit. Kadang hal itu juga yang memperburuk sakit kepalaku, menambah pikiran yang seharusnya aku fokus dulu dengan pengobatanku. Dokter SY memberikan 3 jenis obat, dan salah satunya adalah obat anti-vertigo karena beberapa kali aku mengalami vertigo. Kurang lebih selama 2 bulan konsumsi obat tersebut, hanya mengalami perubahan sebentar dan sakit kepalaku kambuh lagi.

Dokter SY sudah mulai curiga kalau ada sesuatu sebenarnya sampai aku selama ini sakit kepalanya datang pergi. Aku ditawarkan untuk CT Scan kepala dan dibacakan minggu depan. Setelah seminggu, sebelum bertemu dokter aku harus mengambil hasil CT Scan untuk diserahkan ke dokter. Aku bacalah kesimpulan dari CT Scan kepalaku, tertulis bahwa “infarct lacunar”. Bahasa ini sangat asing bagiku sehingga aku langsung searching di Google. Betapa kagetnya aku dengan hasil dari Google, dikatakan bahwa “Infark lakunar, atau stroke lakunar, adalah jenis stroke iskemik yang disebabkan oleh penyumbatan pada pembuluh darah kecil di dalam otak, yang menyebabkan kerusakan pada jaringan otak yang kecil dan dalam. Beberapa sumber medis mengatakan bahwa kondisi ini sering dikaitkan dengan hipertensi (tekanan darah tinggi).”. Aku benar-benar kaget, kenapa aku bisa punya jenis stroke yang tidak pernah aku alami sedangkan aku juga tidak punya hipertensi maupun kolesterol tinggi? Sempat selama seminggu itu aku merasa down. Dokter SY menjelaskan bahwa sebenarnya hasil CT Scan seperti ini tidak menyebabkan sakit kepala yang aku alami, Bagi Dokter SY, ada penyebab lain yang kemungkinan membuat aku sakit kepala terus. Dokter SY curiga aku punya autoimun SLE atau Lupus.
Dokter SY menyarankan aku untuk pengecekan selanjutnya seperti MRA kepala dan tes laboratorium D-Deimer. Kebetulan karena RS PM merupakan RS tipe B dan tidak ada alat MRI, aku disarankan dirujuk ke RS Tipe A yaitu RS N. Kebetulan Dokter SY juga bekerja disana. Setelah nego sana sini, aku minta di rujuk ke RS S karena aku suka dengan pelayanan disana dan dekat dengan rumah. Lagi-lagi aku dapat dokter spesialis yang tergolong saklek banget di RS S. Untuk pertama kalinya aku bertemu dokter spesialis seperti itu disana. Akhirnya aku rawat inap untuk MRA kepala dengan sedasi. Aturan BPJS adalah jika MRA atau MRI dengan sedasi, maka pasien wajib menjalankan rawat inap selama 2 hari 1 malam. Apalagi aku punya Claustrophobia, sudah pasti aku harus rawat inap disana. Hasil MRA Kepala keluar setelah 1 minggu kemudian. Syukurnya dokternya sudah diganti, aku sebut sekarang dokter spesialis saraf yang baru di RS S sebagai Dokter DA.
Sekian cerita dari Nia’s Lupus Diary Part 1 : Gejala Awal yang Tidak di Sadari. Secepatnya aku akan menulis Part 2 nya. Semoga kita semua diberikan kesehatan baik fisik maupun mental ya teman-teman semuanya. Bagi teman-teman yang mau bertanya, silahkan tinggalkan komentar di artikel ini. Terima kasih ^^